Ampenan, Mataram:
Ampenan adalah sebuah kecamatan di kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, Indonesia.Daerah ini dahulunya merupakan pusat kota di Pulau Lombok. Di sebelah barat berbatasan dengan Selat Lombok (laut yang menghubungkan Pulau Lombok dengan Pulau Bali). Di kecamatan ini terdapat peninggalan kota tua karena dahulunya merupakan pelabuhan utama daerah Lombok. Terdapat banyak kampung yang merupakan perwujudan dari berbagai suku bangsa di Indonesia diantaranya Kampung Tionghoa, Kampung Bugis, Kampung Melayu, Kampung Jawa, Kampung Arab, Kampung Bali dll, sehingga masyarakat yang ada di sini bersifat heterogen dan rukun.
Krang ujung juga merupakan salah satu kampung yg berada di kota ampenan.Karang ujung ini juga memiliki aneka budaya tersendiri,yang diakibatkan oleh banyaknya suku bangsa yang berbeda-beda yang menetap disana (sumber :http://id.wikipedia.org/wiki/Ampenan,_Mataram)
Krang ujung juga merupakan salah satu kampung yg berada di kota ampenan.Karang ujung ini juga memiliki aneka budaya tersendiri,yang diakibatkan oleh banyaknya suku bangsa yang berbeda-beda yang menetap disana (sumber :http://id.wikipedia.org/wiki/Ampenan,_Mataram)
The short story:
Setangkup nostalgia pelabuhan lama Ampenan yang kental nuansa multi-etnis. Gurat sejarah merapuh oleh kekinian, tetapi bangunan berlanggam colonial terus berdiri.Menapaki Orisinalitas pelabuhan Ampenan bisa diawali dari Simpang Lima yang menghubungkan beberapa ruas sekaligus. Di antaranya Jl. Saleh Sungkar, Yos Sudarso, Pabean, Niaga & koperasi. Bangunan berlanggam Art Deco serta deretan pohon palem mengantar pada suasana nostalgis masa kolonial berpuluh tahun lalu Dari sebuah jurnal majalah Tempo tahun 1973 disebutkan, ‘Pelabuhan yang memenuhi syarat buat kegiatan bongkar muat di Lombok Cuma dua : Ampenan & lembar, terletak di pantai barat Pulau Lombok. Pelabuhan Ampenan & Lembar di pulau Lombok, selama Januari – Oktober tahun lalu mencatat 459 kapal yang singgah di sana plus 527 perahu’.
Di masa Belanda, sekitar tahun 1948 – 1950, berdiri sebuah dermaga di pelabuhan Ampenan. Cuma patok2 besinya yang tersisa kini. Sebuah mesin pengerek atau katrol dipasang di ujung, untuk menaikturunkan blongko-semacam kayu gelondong kayu besar dilubangi hingga menyerupai tongkang. Benda ini ditarik perahu motor ke kapal yang lego jangkar, untuk dimuati berbagai barang & dinaikkkan ke dermaga dengan dikatrol tadi.
Sayang, semua aktivitas pelabuhan Ampenan surut seiring waktu. Jurnal di majalah Tempo 1973 menulis, ‘fungsinya seratus prosen dialihkan ke pelabuhan Lembar. Lagipula jembatan pelabuhan Ampenan sejak beberapa tahun terakhir ini mengalami rusak berat … rencana menanggulanginya, yaitu berupa niat membuat jembatan terapung-semacam jembatan di Ketapang Banyuwangi’.
Bangunan Art Deco dua lantai yang menghadap ke jalan Pabean, menjadi penanda pelabuhana Ampenan. Sepanjang ruas Jalan Pabean mengarah ke pelabuhan, adalah potret sisi kota terlupakan. Dalam bisu, deretan banguan tua berlanggam colonial seolah ingin menyuarakan fungsinya di masa lalu. Pada zaman, ketika pelabuhan melakukan aktivitas dan dipenuhi pekerja. Tampaknya beberapa resto, took roti, salon kecantikan serta rumah tinggal keluarga TiongHoa. Hunian mereka dicirikan oleh ruang tamu sempit, dengan altar kecil dipenuhi potret anggota keluarga telah tiada, guci berisi abu jenazah, lilin-lin merah, kembang dalam vas ditambah hio atau dupa.
Kondisi Multi-Etnis pelabuhan Ampenan tak ubahnya ruang miniature keberadaan rak ubahnya ruang miniature keberadaan berbagai suku bangsa Tanah Air. Tengok saja beberapa nama, seperti kampug Arab, kampong Melayu Bangsal, komunitas pecinaan, klenteng Bodhi Dharma, peribadatan Hindu bernama Pura Segara sampai makam TiongHoa & muslim.
Bisnis yang dijalankan warga Tionghoa di pelabuhan lama Ampenan, tetap terlihat hingga kini. Termasuk seperti kulakan; membeli ikan-ikan segar atau hasil olahan untuk dijual kembali. Sedang bagi warga perkampungan Melayu Bangsal, datangnya petang merupakan momentum untuk menambah penghasilan, lewat ajang berjualan aneka makanan. Mulai kedai ikan bakar, beberapa masakan rumahan khas Lombok, sampai aneka minuman ringan, mie instan, serta produk kudapan kemasan terlihat di sepanjang pesisir yang mengarah ke bagian belakang depo Pertamina. Gerobak-gerobak pedagang bakso & Kelapa muda juga ikut bergabung.
Diberi perhatian atau tidak, pelabuhan Ampenan tetap memberi kehidupan bagi mereka yang bermukim di sana. Setia menyodorkan potret surya tenggelam, dan nostalgia meruap dari sosok-sosok bangunan tua berlanggam kolonialnya. Bisakah nilai-nilai keabadian bernaung pada atap-atap gedung pergudangan dan perkantoran tua sepanjang Jalan Pabean tanpa tergilas kekinian ?? seandainya saja pelabuhan kecil itu bisa menggeliat kembali. Menyuarakan keberadaannya yang telah ada sejak berabad lampau.
"Pemerintah diminta agar memperhatikan kota tua Ampenan yang nantinya memiliki daya tarik tersendiri," kata Anggota DPRD Kota Mataram, Nyayu Ernawati di Mataram, Sabtu.
Ia mencontohkan, kota tua yang ada di Malaka, Malaysia yang merupakan bangunan peninggalan Portugis hingga kini masih dilestarikan bahkan saat ini menjadi objek wisata yang memberikan dampak ekonomis cukup tinggi.
Bangunan peninggalan sejarah yang ada di Ampenan, menurut dia, perlu ditata dan terus dijaga kebersihannya, bukannya dirombak.
Dikatakannya, pengembangan Ampenan menjadi objek wisata kota tua di Kota Mataram tidaklah terlalu sulit, karena Ampenan berada sejajar dengan objek wisata internasional Senggigi, Kabupaten Lombok Barat.
"Untuk itu program pembangunan objek wisata untuk kota tua ini memang harus segera menjadi perhatian Pemkot Mataram agar keberadaannya tidak punah," katanya.
Nyayu yang berasal dari Daerah Pemilihan (dapil) Ampenan, menjelaskan, kawasan Ampenan memang terlihat seperti Indonesia mini, sebab di Ampenan terdapat semua suku dan etnis, misalnya, Bali, Arab, Cina, Tionghoa dan lainnya.
Apalagi jika, dilengkapai dengan berbagai sarana dan prasarana untuk membuka lapangan usaha semisal, wisata kuliner khas Kota Mataram.
Kepala Dinas Pariwisata Kota Mataram, Wartan mengatakan, Kota Mataram cukup kaya dengan berbagai obyek wisata peninggalan sejarah.
"Obyek wisata peninggalan sejarah tersebut sebagian besar berada di dalam kota sehingga sangat mudah untuk dikunjungi baik oleh wisatawan mancanegara maupun nusantara," katanya.
Dikatakan, oyek wsiata peninggalan sejarah tersebut antara lain sejumlah bangunan tua peninggalan zaman Belanda yang hingga kini masih berdiri kokoh di kata tua Ampenan.
Siapa saja yang datang ke Ampenan maka dia akan melihat gedung-gedung tua peninggalan zaman Belanda yang sebagian besar dihuni oleh warga keturunan, katanya.
Pemerintah, ujarnya, akan terus berupaya untuk mempercantik kota tua Ampenan, sehingga di masa mendatang ramai dikunjungi wisatawan.
"Di Ampenan juga terdapat bekas pelabuhan utama NTB dan hingga kini masih terlihat puing-puing dermaga di pantai Ampepan dan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tempat bertengger mancing," katanya.
Di masa Belanda, sekitar tahun 1948 – 1950, berdiri sebuah dermaga di pelabuhan Ampenan. Cuma patok2 besinya yang tersisa kini. Sebuah mesin pengerek atau katrol dipasang di ujung, untuk menaikturunkan blongko-semacam kayu gelondong kayu besar dilubangi hingga menyerupai tongkang. Benda ini ditarik perahu motor ke kapal yang lego jangkar, untuk dimuati berbagai barang & dinaikkkan ke dermaga dengan dikatrol tadi.
Sayang, semua aktivitas pelabuhan Ampenan surut seiring waktu. Jurnal di majalah Tempo 1973 menulis, ‘fungsinya seratus prosen dialihkan ke pelabuhan Lembar. Lagipula jembatan pelabuhan Ampenan sejak beberapa tahun terakhir ini mengalami rusak berat … rencana menanggulanginya, yaitu berupa niat membuat jembatan terapung-semacam jembatan di Ketapang Banyuwangi’.
Bangunan Art Deco dua lantai yang menghadap ke jalan Pabean, menjadi penanda pelabuhana Ampenan. Sepanjang ruas Jalan Pabean mengarah ke pelabuhan, adalah potret sisi kota terlupakan. Dalam bisu, deretan banguan tua berlanggam colonial seolah ingin menyuarakan fungsinya di masa lalu. Pada zaman, ketika pelabuhan melakukan aktivitas dan dipenuhi pekerja. Tampaknya beberapa resto, took roti, salon kecantikan serta rumah tinggal keluarga TiongHoa. Hunian mereka dicirikan oleh ruang tamu sempit, dengan altar kecil dipenuhi potret anggota keluarga telah tiada, guci berisi abu jenazah, lilin-lin merah, kembang dalam vas ditambah hio atau dupa.
Kondisi Multi-Etnis pelabuhan Ampenan tak ubahnya ruang miniature keberadaan rak ubahnya ruang miniature keberadaan berbagai suku bangsa Tanah Air. Tengok saja beberapa nama, seperti kampug Arab, kampong Melayu Bangsal, komunitas pecinaan, klenteng Bodhi Dharma, peribadatan Hindu bernama Pura Segara sampai makam TiongHoa & muslim.
Bisnis yang dijalankan warga Tionghoa di pelabuhan lama Ampenan, tetap terlihat hingga kini. Termasuk seperti kulakan; membeli ikan-ikan segar atau hasil olahan untuk dijual kembali. Sedang bagi warga perkampungan Melayu Bangsal, datangnya petang merupakan momentum untuk menambah penghasilan, lewat ajang berjualan aneka makanan. Mulai kedai ikan bakar, beberapa masakan rumahan khas Lombok, sampai aneka minuman ringan, mie instan, serta produk kudapan kemasan terlihat di sepanjang pesisir yang mengarah ke bagian belakang depo Pertamina. Gerobak-gerobak pedagang bakso & Kelapa muda juga ikut bergabung.
Diberi perhatian atau tidak, pelabuhan Ampenan tetap memberi kehidupan bagi mereka yang bermukim di sana. Setia menyodorkan potret surya tenggelam, dan nostalgia meruap dari sosok-sosok bangunan tua berlanggam kolonialnya. Bisakah nilai-nilai keabadian bernaung pada atap-atap gedung pergudangan dan perkantoran tua sepanjang Jalan Pabean tanpa tergilas kekinian ?? seandainya saja pelabuhan kecil itu bisa menggeliat kembali. Menyuarakan keberadaannya yang telah ada sejak berabad lampau.
Kota Ampenan, Art Deco Style Building:
Gudang HOKI:
Ampenan Kaya Peninggalan Belanda
Mataram, - Pemerintah diminta memperhatikan Kota Tua Ampenan, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat yang kaya dengan bangunan bersejarah peninggalan zaman Belanda."Pemerintah diminta agar memperhatikan kota tua Ampenan yang nantinya memiliki daya tarik tersendiri," kata Anggota DPRD Kota Mataram, Nyayu Ernawati di Mataram, Sabtu.
Ia mencontohkan, kota tua yang ada di Malaka, Malaysia yang merupakan bangunan peninggalan Portugis hingga kini masih dilestarikan bahkan saat ini menjadi objek wisata yang memberikan dampak ekonomis cukup tinggi.
Bangunan peninggalan sejarah yang ada di Ampenan, menurut dia, perlu ditata dan terus dijaga kebersihannya, bukannya dirombak.
Dikatakannya, pengembangan Ampenan menjadi objek wisata kota tua di Kota Mataram tidaklah terlalu sulit, karena Ampenan berada sejajar dengan objek wisata internasional Senggigi, Kabupaten Lombok Barat.
"Untuk itu program pembangunan objek wisata untuk kota tua ini memang harus segera menjadi perhatian Pemkot Mataram agar keberadaannya tidak punah," katanya.
Nyayu yang berasal dari Daerah Pemilihan (dapil) Ampenan, menjelaskan, kawasan Ampenan memang terlihat seperti Indonesia mini, sebab di Ampenan terdapat semua suku dan etnis, misalnya, Bali, Arab, Cina, Tionghoa dan lainnya.
Apalagi jika, dilengkapai dengan berbagai sarana dan prasarana untuk membuka lapangan usaha semisal, wisata kuliner khas Kota Mataram.
Kepala Dinas Pariwisata Kota Mataram, Wartan mengatakan, Kota Mataram cukup kaya dengan berbagai obyek wisata peninggalan sejarah.
"Obyek wisata peninggalan sejarah tersebut sebagian besar berada di dalam kota sehingga sangat mudah untuk dikunjungi baik oleh wisatawan mancanegara maupun nusantara," katanya.
Dikatakan, oyek wsiata peninggalan sejarah tersebut antara lain sejumlah bangunan tua peninggalan zaman Belanda yang hingga kini masih berdiri kokoh di kata tua Ampenan.
Siapa saja yang datang ke Ampenan maka dia akan melihat gedung-gedung tua peninggalan zaman Belanda yang sebagian besar dihuni oleh warga keturunan, katanya.
Pemerintah, ujarnya, akan terus berupaya untuk mempercantik kota tua Ampenan, sehingga di masa mendatang ramai dikunjungi wisatawan.
"Di Ampenan juga terdapat bekas pelabuhan utama NTB dan hingga kini masih terlihat puing-puing dermaga di pantai Ampepan dan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tempat bertengger mancing," katanya.
ternyata belanda lebih mendominasi peninggalannya di Indonesia
BalasHapus